Kabupaten Tangerang, Mitrapubliknews.com - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kabupaten Tangerang, geruduk kantor Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tangerang, Kamis (23/1/2025).
Selain menuntut penjelasan soal proses sertifikat laut utara, Mahasiswa juga meminta secara rinci hasil pengukuran yang dilakukan ATR/BPN sebelum terbit sertifikat lahan.
Pantauan di lokasi, Sempat terjadi aksi saling dorong antara mahasiswa dengan aparat kepolisian serta Satpol PP setempat, Saat mahasiswa mendesak masuk untuk beraudiensi dengan kepala ATR/BPN Kabupaten Tangerang, Setelah perwakilan ATR/BPN menemui mahasiswa di lokasi, Dengan semangat tinggi, Dibawah guyuran air hujan, Sempat terjadi perdebatan panjang antara perwakilan mahasiswa dengan perwakilan ATR/BPN.
Usai debat yang tak berujung tersebut, sejumlah perwakilan ATR/BPN Kabupaten Tangerang, Masuk kembali ke gedung kantor meninggalkan para pendemo. Sementara, Untuk meluapkan kekesalannya karena tak dapat jawaban riil dari pejabat ATR/BPN, Sejumlah mahasiswa langsung membakar ban mobil dan replika kapal nelayan di depan gerbang masuk kantor ATR/BPN Kabupaten Tangerang.
Ketua GMNI Kabupaten Tangerang Endang Kurnia mempertanyakan secara riil proses pengukuran laut sebelum diproses menjadi sertifikat hak milik (SHM), Sertifikat hak guna bangun (HGB), sertifikat hak guna usaha (HGU) dan sertifikat hak pengelolaan lahan (HPL), Yang diberikan salah satunya kepada PT Cahaya Into Sentosa, Menurut Endang, Yang ditimpali rekan mahasiswa lainya, pertanyaan sederhananya, Kenapa lahan yang notabene masih berupa laut itu sudah muncul sertifikat.
“Tunjukkan kepada kami, Siapa tim ajudikasi dan panitia pengukuran laut tersebut sebelum muncul sertifikat tanah. Siapa saja yang terlibat dalam pengukuran laut, Bagaimana prosesnya. Pertanyaan mendasarnya, Kenapa lahan yang masih berupa latu itu muncul HPL. Tanya mahasiswa dengan tegas.
Endang juga menjelaskan, Jika dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3) dijelaskan bahwa (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, Jika saat ini laut dikuasai oleh sekelompok orang atau corporasi, lantas dimana peran negara dalam hal ini ATR/BPN, Apalagi sampai mengeluarkan sertifikat hak milik di atas laut.
Coba bapak-bapak pejabat BPN jelaskan kepada kami, bagaimana prosedurnya sampai-sampai laut itu bisa muncul sertifikat kepemilikan. Bahkan disebut lahan milik adat, Milik ulayat, Ulayat yang mana??. Tolonglah pak, BPN kerjanya yang bener, Masa tanya cara ukur laut saja tidak dijawab,” tegas Endang.
Kepala Seksi Sengketa pada ATR/BPN Kabupaten Tangerang Edi Dwi Daryono menjelaskan, Prosedur pembuatan sertifikat lahan itu dasarnya adalah permohonan dari pemilik. Laut utara yang sekarang berstatus SHM, SHGB, SHU dan HPL itu ada pemohon baik dari perorangan maupun dari sejumlah perusahaan.
Dasar kepemilikan lahan itu sendiri menurut Edi, Adalah berupa tanah adat atau tanah ulayat, Yakni berupa girik-girik atas nama masyarakat. Setelah dilukan proses sertifikat sesuai prosedur yang dilakukan oleh panitia maka munculah sertifikat kepemilikan.
“Prosesnya sudah kami lakukan sesuai prosedur, Bahkan selama proses itu kita umumkan dan tidak ada yang menggugat atau menyanggah proses pembuatan sertifikat tersebut,” ujar Edi.
(Ant)