Ustad Rouf Ketua MUI Kel. Bunder bersama Jamaah Religi Ziarah ke Makom Waliyullah di Bandung
Bandung, Mitrapubliknews.com - Dalam Rangka menjelang Bulan Suci Ramadhan 1446 H dan Ukhuwah islamiyah Majelis Al-Ikhlas Kampung Bunder RT 009 RW 02 Kelurahan Bunder Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Adakan kegiatan Religi Ziarah Kubur Waliyullah ke Makom Syekh Kyai Haji (KH) Raden Muhammad Zarkasyi dan Syekh Abdul Manaf Kampung Mahmud., (Sabtu, 22/02/2025).
Acara ini di Pimpin Do'a dan Tahlil oleh Ketua Panitia Religi Ziarah Waliyullah Ustadz Ahmad Maulana Rouf juga di hadiri Ustad Iyan Warga RW 01 Kelurahan Bunder, H.Suyono.,S.Mhk., selaku Tokoh Masyarakat Kelurahan Bunder, Andika Rahmayansyah bersama Keluarga dari Desa Pasir Gadung, Hasan hariri Kaperwil Provinsi Banten Media Bantenmore.com selaku KabidHumas Forum Media Banten Ngahiji (FMBN), juga selaku Ketua Ormas Pemuda Pancasila Ranting Kelurahan Bunder beserta Keluarganya, Jamaah Warga Pasir Jaya dan Santriwan/wati Majelis Al-Ikhlas Kelurahan Bunder.
KH. Raden Muhammad Zarkasyi (Mama Cibaduyut) adalah ulama besar dari Cibaduyut, Kabupaten Bandung. Beliau banyak melahirkan kyai-kyai berikutnya yang masyhur dikala itu, dan yang belajar pada beliaunya di antaranya adalah, Mama Eyang Rende, seorang ulama yang dikenal juga kewaliannya, dari daerah Rende Bandung Barat Cikalong wetan, Mama Gentur, Mama Sukaraja, Mama Jelegong dan para kyai lainnya, yang akhirnya bisa menjadi paku bumi tanah Pasundan yang namanya harum sampai sekarang.
Syekh Kyai Haji Raden Muhammad Zarkasyi, dikenal sebagai Mama Eyang Cibaduyut. Beliau putra dari KH. R. Muhammad Ali atau Mama Antapani. Mama Eyang Cibaduyut, lahir pada tanggal 16 Syawal 1285 H/1864 M.
Guru-Guru
1. KH. Raden Muhammad Ali atau Mama Antapani
2. Syekh Kholil Bangkalan
Syekh Abdul Manaf dan Kampung Adat Mahmud yang berada di RW 04 Desa Mekarrahayu, Kecamatan Marga Asih, Kabupaten Bandung seolah tidak bisa dipisahkan. Konon ulama besar inilah yang mendirikan kampung yang tepat berada di tengah lingkaran Sungai Citarum tersebut hingga bisa lestari hingga saat ini.
Syekh Abdul Manaf merupakan cucu dari bupati Dalem Dipati Agung Suriadinata. Dia mempunyai putra bernama Dalem Natapradja. Kemudian Natapraja ini memiliki putera Abdul Manaf atau yang dikenal dengan sebutan Dalem Mahmud. Sang ulama ini diperkirakan hidup antara tahun 1650–1725. Uniknya dari dulu hingga kini hanya 300 kepala keluarga, atau sekitar seribu jiwa penghuni Kampung Mahmud.
Dimana masyarakatnya masih kuat memegang tradisi adat turun temurun. Aturan adat yang masih ditaati di Kampung Mahmud antara lain dilarang membangun gedong (rumah dari tembok), apalagi memakai kaca. Dilarang menggali sumur. Dilarang menabuh bedug, memelihara angsa, serta dilarang menyelenggarakan pertunjukan yang didalamnya ada perangkat gamelan berupa gong. Cerita mengenai Kampung Mahmud dimulai saat, Abdul Manaf pergi menunaikan ibadah haji ke Mekkah.
Ketika dia berada di depan Kakbah konon mendapat ilham (wangsit) untuk mengambil segenggam tanah dari pelataran Kakbah untuk dibawa pulang ke tanah air. Setibanya di kampung halamannya, tanah itu harus ditebarkan di sekitar rumah dan ditandai dengan batu atau tugu setinggi kira-kira ½ meter berbentuk kuncup dan daerah tersebut dinamai Kampung Mahmud. Kemudian Kampung Mahmud itu harus dijadikan kawasan “haram” (tanah suci) yang tidak boleh dikunjungi dan diinjak oleh seseorang yang tidak beragama Islam.
Tugu tersebut kini dilestarikan dengan dibangunnya sebuah bangunan yang tertutup dan terkunci, dikelilingi dengan pagar besi yang cukup tinggi dan beratap. Ini dimaksudkan untuk menjaga dari mereka yang berniat jahil, karena sering ada yang mencoba memindahkan tugu tersebut. Ini sering terjadi sebelum dibangun bangunan pelindung tersebut.
Pada suatu ketika ada orang-orang yang iseng memindahkan atau mencabut tugu itu dan dilemparkan jauh-jauh dari tempat asalnya. Tapi dengan izin Allah, tugu itu kembali ke tempat asalnya sebelum orang jahil tersebut sampai di tempat tugu tadi. Setelah kampung itu diberi nama Mahmud, tempat ini berkembang menjadi salah satu pusat pelajaran spritual Islam terkenal di Tatar Sunda dan sekaligus menjadi sebuah tempat perlindungan (persembunyian) dan pengayoman bagi mereka dengan alasan apapun mencari suatu perlindungan.
Konon pada suatu ketika Eyang Dalem Mahmud kedatangan seorang pria setengah baya yang mengaku berasal dari kawasan Priangan Timur dan bernama Zainal Arief . Dia memaparkan bahwa sebenarnya sedang melarikan diri dari daerah asalnya karena dituduh membahayakan keamanan negara oleh penjajah Kolonial Belanda. Setelah menjelaskan keadaan dirinya kemudian dia meminta perlindungan kepada Syekh Abdul Manaf sehingga diterima menjadi murid dan pengikutnya.
Zainal Arif sebenarnya adalah putra dari Eyang Asmadin, dan keturunan keempat Syeikh Abdul Muhyi dari Pamijahan, Karang Nunggal, Tasikmalaya. Dalam menjalankan tugasnya, beliau diberi perintah oleh Eyang Dalem Abdul Manaf untuk bertapa di 33 gunung di sekitar Kampung Mahmud selama 33 tahun, dan selanjutnya bersama-sama menyebarkan agama Islam di Jawa Barat. Setelah sekian lama mengikuti pelajaran, ternyata didapati bahwa Zainal Arif adalah seorang pemuda yang pandai, cerdas dan cekatan dalam menerima pelajaran yang diberikan.
Karena dia pun menunjukkan kesetiaannya sebagai murid lalu akhirnya dinikahkah dengan salah seorang keturunannya kemudian diberi gelar Eyang Agung. Abdul Manaf juga mempunyai murid yaitu Abdullah Gedug. Dari ketiga waliyuloh tersebutlah, ajaran Islam meluas di wilayah Bandung. Setelah wafat, Eyang Dalem Mahmud dikebumikan di bawah sebuah pohon beringin yang rindang.
Sedangkan Eyang Agung agak sedikit keluar dari kawasan makam utama kurang lebih 15 m ke sebelah utara dan juga makam Eyang Abdullah Gedug. Ketiga tokoh itu memiliki kesaktian tingkat tinggi. Bahkan mereka pun memiliki benda pusaka yang hingga kini terus diburu para peziarah. Tak jarang ada peziarah yang mendapatkan benda-benda pusaka itu. Bentuknya bisa berupa golok, keris kecil, tombak atau batu-batuan. Konon Kampung Mahmud sampai saat ini belum pernah diinjak oleh mereka yang bukan Islam. Bahkan semenjak zaman penjajahan Belanda dan Jepang pun Kampung Mahmud tidak terjamah oleh mereka dan selalu terpelihara “kebersihannya” dari mereka yang bukan beragama Islam.
Ketua Panitia Acara Rombongan Ziarah Kubur Ustadz Ahmad Maulana Rouf saat ditemui Awak media di lokasi religi ziarah Waliyullah Kampung Makom Mahmud mengatakan bahwa kita selalu bersyukur kepada Allah Subhanahu Wata'ala, Kita masih diberikan panjang umur, sehat Wal'afiat sehingga Kita bisa beraktivitas dan juga bisa melaksanakan ibadah kepada Allah Subhanahu Wata'ala.
Dan Harapannya Kita berziarah ke makom Waliyullah itu mengingatkan Kita akan kematian bahwa hidup kita tidak akan selamanya, setiap Manusia yang bernyawa pasti akan merasakan kematian "Kullu nafsin dzaiqotul maut".Dan namanya kematian itu datangnya tiba-tiba ataupun serentakan tidak mikir yang tua maupun yang muda,terkadang yang tua duluan yang muda terakhir begitu juga sebaliknya kadang yang muda duluan yang tua terakhir."Jelasnya
Masih Ketua ustad Rouf, Alhamdulillah, walaupun ini acara kami adakan secara dadakan Jamaah dari Warga Kampung Bunder, Kadu, Pasir Gadung juga dari Desa Pasir Jaya sangat antusias ikut untuk kegiatan Religi ziarah ke Makom Waliyullah di Bandung, semoga kedepannya lebih rame lagi dan akan kami agendakan secara Akbar."Harapnya
Masih ditempat yang sama H.Suyono.,S.Mhk., menyampaikan rasa Bersyukur apa yang di sampaikan oleh ustad Rouf, bermanfaat sekali di waktu menjelang datangnya Bulan suci Ramadhan ini, in syaa Allah kedepannya akan di agendakan Ziarah ke Cirebon Makom Sunan Gunung Jati (Syekh Syarif Hidayatullah) juga Makom Kramat Mbah Muqoyyim pendiri Pondok Pesantren (Ponpes) Buntet Cirebon di Desa Tuk Lemah Abang Sindang Laut Kabupaten Cirebon Jawa Barat." Pungkasnya
Ustad Iyan selaku pengurus Panitia Warga Kelurahan Bunder RW 01 menambahkan, Alhamdulillah semua ini tidak direncakan semua dadakan giat Religi keliling Makom Waliyullah, Kita berangkat pukul 01.00 WIB Sabtu dinihari sampai tujuan sekitar pukul 04.30 WIB, dengan di awali Sholat Fardhu Subuh berjamaah di Masjid Raya Al-Jabar Bandung, setelah itu lanjut ke Makom Waliyullah di Cibaduyut dan Kampung Mahmud, sampai pukul ba'da Ashar sekitar pukul 16.00 WIB lanjut Perjalanan pulang ke Cikupa Tangerang, Alhamdulillah dengen selamat tidak ada Rintangan Hal apapun."tutupnya. (*/red).