Jakarta, Mitrapubliknews.com - Sebanyak 17 menteri kabinet Jokowi-Ma’ruf dirangkul lagi Prabowo Subianto untuk mengisi posisi kabinet Prabowo-Gibran. Termasuk juga sederet figur patronase Jokowi yang bakal mengisi posisi wakil menteri serta kepala badan/lembaga non kementerian.
Langkah politik Prabowo ini karuan saja membuat ruang publik riuh oleh pemikiran kritis sejumlah kalangan. Terlebih dari kalangan aktivis masyarakat sipil, kelompak menengah baru, hingga masyarakat biasa.
Selain mengkritisi portofolio, latar kinerja dan lain-lain dari bekas menteri dan paronase Presiden Jokowi yang dirangkul Prabowo dalam kebinetnya, juga mengkritisi kuantitas dan konstruksi kabinetnya yang dinilai banyak figur yg tidak layak dan kelewat tambun.
Ketua Umum PDKN (Partai Daulat Kerajaan Nusantara), Parpol Nonkontestan Pemilu 2024, Dr. Rahman Sabon Nama, menyebut langkah politik Prabowo Subianto mengonstruksi bangunan kabinetnya nyaris menyerupai Kabinet 100 Menteri bentukan Soekarno pada 1966.
“Sebentuk dan serawut wajah Kabinet Pasca G30S/PKI yang hanya seumur jagung, dari 24 Pebruari sampai 27 Maret 1966, lalu bubar jalan,” kata Rahman Sabon dalam suasana pengambilan sumpah Prabowo-Gibran di Gedung DPR/MPR, Ahad (20/10/2024).
Alumnus Lemhanas RI ini tidak menafikan bahwa strategi pembentukan kabinet Prabowo yang sedemikian tambun, tentu terkandung maksud, agar eksekusi visi dan program pemerintahan Prabowo lebih terfokus dan efektif dalam pencapaian.
“Akan tetapi secara analisis dan kontemplatif,” kata Rahman, “pilihan sejumlah menteri, wamen, kepala badan/lembaga yang terkesan ‘Jokowistis’ menimbulkan kekhawatiran dan pesimistis publik dalam pencapaian tujuan visi dan program Prabowo yang dijanjikan pada kampanye Pilpres.”
Sikap kekhawatiran dan pesimistis itu, lebih dilatari oleh kinerja sementara menteri eks Jokowi yang terbukti gagal bahkan ditengarai luas di ruang-ruang publik terindikasi banyak yang bermasalah dengan hukum.
Karena itu Wareng V Adipati Kapitan Lingga Ratuloli dari Kerajaan Adonara Sunda Kecil NTT ini mengatakan, kekhawatiran dan pesimistis itu merundungi pula para raja/sultan Nusantara yang bergabung dalam PDKN.
“Kekhawatiran dan pesimistis ini dapat berekskalasi kekecewaan dan keprihatinan, manakala performa pemerintahan Prabowo untuk kemajuan dan kesejahteraan gagal tercapai secara baik dan maksimal,” kata Rahman Sabon Nama dari kediamannya di Ciputat Kota Tangerang Selatan..
Menurut Ketua Umum Persatuan Pengamal Tarikat Islam (PPTI) Ormas Kino Kino Pendiri Sekber Golkar ini, kendati muncul kekhawatiran dan pesimistis ihwal bentukan kabinet oleh Prabowo, namun tidak lantas ada penilaian bahwa Prabowo gagal di langkah awal memimpin Indonesia lima tahun mendatang.
Penilaian seperti itu, yang berkembang di sementara kalangan, menurut Rahman, terlalu prematur, tidak realistis dan subyektif. “Bahkan penilaian untuk 100 hari pertama pemerintahan Prabowo, pun masih di level relatif obyektif,” katanya.
Tetapi menurut amatannya pula, bahwa dinamika politik dalam 100 hari pertama pemerintahan Prabowo, boleh jadi berlangsung panas. Antara lain, akan muncul tuntutan para tokoh masyarakat sipil maupun kelompok menengah baru terhadap Jokowi yang dinilai cukup banyak menabrak konstitusi dan masalah hukum lainnya.
Dinamika lain adalah tuntutan hukum dan gerakan sosial terhadap Gibran Rakabuming Raka yang diambil sumpah sebagai wakil presiden. Tuntutan ini dapat berlangsung riuh, lantaran lolosnya Gibran sebagai cawapres dinilai sarat inkonstitusi.
Persoalan moral dan kesehatan mental Gibran sebagai seorang wakil presiden terkait isu Fufufafa, pun menjadi bagian tersendiri dalam dinamika tuntutan publik.
Dinamika tuntutan lainnya adalah soal keadilan sosial, dimana mayoritas rakyat terutama pribumi yang selama 10 tahun pemerintahan Jokowi termarjinalkan dari akses hidup layak secara ekonomis, hukum dan keadilan.
Kesemuanya itu menurut Rahman, merupakan krisis sosial politik, ekonomi dan hukum yang diwariskan Jokowi, mengiringi awal perjalanan pemerintahan Prabowo Subianto.
Rahman berharap, agar deretan krisis itu hendaknya dapat diselesaikan secara berkeadilan, obyektif dan bijak oleh Presiden Prabowo Subianto sehingga tidak menimbulkan krisis baru yang berkelanjutan dalam pemerintahannya. (TIM/Red)
Tidak ada komentar
Posting Komentar